ARTICLE AD BOX
Jonni mengaku awal ketertarikannya pada ogoh-ogoh mini dipicu oleh anaknya sendiri, Jonni Virendra. “Awalnya iseng-iseng berkarya sambil mengisi waktu luang. Tapi karena anak saya juga suka, akhirnya saya jadi serius mendalaminya,” ujarnya.

Selama tiga tahun terakhir, Jonni telah mengikuti berbagai lomba seni ogoh-ogoh mini dan tapel. Pada 2025 ini saja, ia berhasil meraih Juara I dalam lomba tapel yang digelar di Kampus INSTIKI Denpasar, serta Juara Harapan I pada Lomba Ogoh-Ogoh Mini di ISI Bali. Sementara di Kasanga Festival 2025, meskipun karyanya sempat rusak akibat hujan angin, Jonni tetap mampu menyabet Juara II. Total, tujuh trofi telah ia koleksi dari berbagai ajang.
“Tujuan saya bukan semata mencari juara, tapi juga membangun relasi dan menambah pengalaman. Apalagi ini juga jadi kegiatan positif yang saya jalani bersama anak,” kata Jonni.

Khusus dalam garapan terbarunya, Jonni mengangkat tema Walu Nata Dirah (kisah Calonarang). Karya tersebut menampilkan tokoh Patih menunggangi kuda, murid Calonarang, dan Calonarang sendiri.
Proses pembuatan karya ini memakan waktu hampir setahun dengan estimasi biaya sekitar Rp5 juta. Jonni menyebutkan, bagian paling rumit adalah pengerjaan tokoh kuda yang sempat mengalami dua kali perbaikan karena masalah konstruksi.
“Sekarang, ogoh-ogoh mini tidak bisa lagi sekadar kreatif. Semua aspek jadi penilaian, dari detail anatomi hingga pewarnaan. Ini beda sekali dibanding dulu,” jelasnya.
Ia juga menyoroti sistem penjurian dalam lomba, khususnya terkait kategori "tarung bebas" di ISI Bali yang menurutnya masih perlu dipahami lebih lanjut. Meski begitu, Jonni mengaku menjadikan hal itu sebagai referensi untuk terus memperbaiki diri dalam berkarya.
Ia berharap, lomba-lomba seni di masa mendatang bisa menjadi ruang positif bagi generasi muda untuk menyalurkan kreativitas dan menjaga warisan budaya Bali. “Jangan sampai lomba malah jadi ajang saling menjatuhkan. Semoga kita bisa saling mendukung dan membangun seni bersama-sama,” tandasnya. *m03