ARTICLE AD BOX
“Menurut kami, itu adalah dampak dari pengawasan yang kurang ketat,” kata Haykal dalam Dialog PHP: Pilkada Pasca-Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Jakarta, Sabtu (3/5). Ia mengatakan lemahnya pengawasan dari penyelenggara pemilu turut berkontribusi terhadap maraknya praktik politik uang pada PSU.
Selain itu, rendahnya partisipasi masyarakat pada PSU juga menjadi sorotan, yang menurut Haykal, disebabkan minimnya sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). “KPU seharusnya lebih aktif mengajak warga, apalagi karena sebagian PSU hanya dilakukan di TPS tertentu. Sosialisasi harusnya bisa lebih gencar, bahkan kalau perlu dilakukan door to door,” ujar Haykal.
Ia menegaskan bahwa ketidakterlibatan warga pada PSU tidak semata karena apatisme, melainkan karena kurangnya informasi yang mereka terima. Untuk itu, ia mendorong agar penyelenggara pemilu dapat lebih proaktif menjangkau pemilih di tingkat akar rumput.
Sebelumnya, KPU menjelaskan bahwa 26 perkara sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah yang gugatannya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, terdiri dari 24 pemungutan suara ulang (PSU), 1 rekapitulasi suara ulang, dan 1 perbaikan keputusan KPU.
Ketua KPU RI Mochamad Afifuddin mengatakan bahwa dari 24 daerah yang diperintahkan untuk menggelar PSU itu, ada sebanyak 14 daerah yang harus menggelar PSU di seluruh TPS, dan beberapa daerah lainnya ada yang hanya PSU di beberapa TPS. Dia mengatakan bahwa putusan MK juga mengamanatkan terkait batas waktu penyelenggaraan PSU yang berbeda-beda di sejumlah daerah.
Dia memberikan contoh, ada empat daerah yang mendapatkan batas waktu untuk menggelar PSU selama 30 hari. Selain itu, ada lima daerah yang diberi tenggat waktu untuk melaksanakan PSU selama 45 hari. Kemudian, ada dua daerah yang diberi tenggat waktu selama 60 hari untuk menggelar PSU.7 ant