Minim Fasilitas, Rekaman Gamelan Bali Hadapi Tantangan Serius

1 week ago 4
ARTICLE AD BOX
“Banyak yang asal rekam lalu edit di komputer. Padahal perekaman gamelan itu kompleks dan butuh sensitivitas tinggi,” ujar Janu dalam paparannya. Ia menekankan pentingnya pemahaman teknis kelistrikan, penempatan mikrofon, dan treatment akustik ruang untuk menghasilkan rekaman yang autentik dan berjiwa.

Karakter gamelan yang kaya resonansi dan dinamika membuat proses rekaman menjadi tantangan tersendiri. Menurut Janu, reverb yang berlebihan atau ruang terlalu kedap bisa merusak keaslian bunyi. Terlebih, jumlah instrumen yang banyak menyulitkan penataan alat dan pergerakan musisi.

“Solusinya teknik close miking, isolasi kelompok instrumen, dan layout yang dirancang matang,” jelasnya. Ia menambahkan, rekaman gamelan seharusnya mampu menghadirkan sensasi mendengarkan langsung, dengan tetap menjaga “roh” musikalnya.

Selain aspek teknis, masalah pembiayaan menjadi kendala utama. “Perlu banyak alat dan engineer yang paham karakter gamelan. Ini belum banyak tersedia di Bali,” kata lulusan ISI Bali (dulu ISI Denpasar, Red) dan lulusan magister  ISI Yogyakarta itu.

Janu menegaskan bahwa merekam gamelan bukan sekadar dokumentasi, tetapi langkah strategis pelestarian. “Rekaman bisa jadi arsip budaya, bahan ajar, dan sumber penelitian. Ini penting agar gaya permainan khas tiap daerah tidak punah,” ujarnya.

Senada dengan itu, kurator program Wayan Gde Yudane menyatakan, Mi-Reng Festival mengusung semangat “mendengar dengan saksama.” Kata mi-reng sendiri berasal dari bahasa Bali dan Jawa yang bermakna mendengar secara dalam dan peka terhadap vibrasi. “Yang dibahas di sini adalah elemen-elemen dasar bunyi, dari pelarasan hingga microtonality dan perekaman,” ujarnya.

Masterclass Mi-Reng diselenggarakan oleh komunitas Mi-Reng, didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta LPDP melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan, bekerja sama dengan Bentara Budaya Bali. Lima sesi masterclass disusun dengan topik berbeda, dari sistem pelarasan, eksplorasi microtonality, hingga penciptaan karya baru.

Salah satu peserta, Ari Persada, mahasiswa Jurusan Seni Musik ISI Bali asal Medan, mengaku mendapat banyak wawasan baru. “Penjelasan teknisnya mendalam, dan membuka pandangan kami tentang bagaimana merekam gamelan secara benar,” ujarnya.

Melalui forum seperti ini, diharapkan para pelaku seni dan teknisi suara di Bali dapat terus mengembangkan keahlian mereka. Dengan begitu, gamelan sebagai warisan budaya takbenda dunia versi UNESCO tidak hanya lestari, tapi juga dapat menjangkau dunia melalui rekaman berkualitas tinggi.

Read Entire Article