ARTICLE AD BOX
Berdasarkan laporan, korban dibius terlebih dahulu hingga tak sadar sebelum diperkosa oleh pelaku. Kasus ini memicu kemarahan publik. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) itu kini telah ditangkap dan akan menjalani proses hukum.
Muncul dugaan, pelaku mengalami kecenderungan seksual tidak biasa yang disebut sebagai somnofilia, sebuah bentuk parafilia (ketertarikan seksual yang tidak biasa) yang jarang diketahui publik namun memiliki konsekuensi serius, baik secara psikologis maupun kriminal.
Seksolog Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana dr Made Oka Negara menjelaskan, DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5) mengklasifikasikan parafilia menjadi beberapa jenis. Pedofilia yakni tertarik secara seksual terhadap anak kecil. Ekshibisionisme, mendapatkan kepuasan seksual dengan membuat orang takut setelah diperlihatkan alat kelamin. Voyeurisme, tertarik dan puas secara seksual dengan mengintip orang telanjang, dan banyak jenis parafilia lainnya.
“Parafilia bisa tidak berbahaya jika tidak merugikan orang lain dan hanya bersifat fantasi. Namun, ketika seseorang dengan parafilia melibatkan orang lain tanpa persetujuan, apalagi hingga melibatkan kekerasan atau pelanggaran hukum, maka itu masuk dalam ranah paraphilic disorder yang dianggap gangguan mental dan memerlukan intervensi serius,” kata dr Oka Negara.
Salah satu parafilia yang jarang diketahui masyarakat awam adalah somnofilia. Dokter Oka Negara menuturkan somnofilia adalah parafilia di mana seseorang mengalami dorongan seksual atau kepuasan dengan melihat atau melakukan aktivitas seksual terhadap orang yang sedang tidur, tidak sadar, atau yang tidak berdaya, tidak bisa memberikan persetujuan atau ‘consent’ untuk melakukan hubungan seksual seperti misalnya tidak berdaya karena terbaring sakit.
Somnofilia berasal dari kata ‘somnus’ (tidur) dan ‘philia’ (ketertarikan).
Somnofilia sangat berbahaya karena mengandalkan ketidakmampuan korban untuk menolak atau menyadari apa yang terjadi. Dalam dunia hukum, tindakan ini jelas dikategorikan sebagai pemerkosaan atau pelecehan seksual berat.
“Dalam banyak kasus, ini tidak hanya melibatkan fantasi, tetapi juga tindakan nyata yang melanggar hak tubuh orang lain, seperti diduga kasus residen anestesi ini,” ujar aktivis penanggulangan HIV/AIDS ini.
Dokter Oka Negara mengatakan kasus dr Priguna sebagai tamparan keras institusi kedokteran di Tanah Air. Jika yang terjadi adalah benar, pelaku yang adalah residen anestesi, memiliki akses terhadap obat bius dan posisi dalam relasi pelayanan di rumah sakit. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang pengawasan dan sistem perlindungan pasien maupun keluarga pasien.
“Terlepas dari motif seksual atau dorongan parafilia yang mendasarinya, tindakan tersebut adalah kejahatan berat dan harus ditangani tidak hanya secara psikologis tetapi juga hukum,” tandas dr Oka Negara.
Menurutnya, pendidikan seksual dan etika profesi calon tenaga medis perlu mendapatkan pendidikan yang menyeluruh tentang batasan etika, consent (persetujuan), dan kesehatan mental, termasuk mengenal bentuk-bentuk parafilia dan bahayanya jika tidak dikontrol.
Selain itu, diperlukan sistem pengawasan rumah sakit yang ketat. Rumah sakit wajib memiliki sistem pemantauan dan pengawasan yang lebih baik terhadap akses obat bius, ruang isolasi, dan interaksi antara tenaga medis dengan pasien maupun keluarganya. Termasuk koordinasi dengan institusi pendidikan dokter spesialisnya.
Di sisi lain, kata dr Oka Negara, tenaga medis stres, kelelahan, dan gangguan mental dapat muncul dalam dunia kerja medis. “Konseling berkala dan skrining kesehatan mental harus menjadi bagian dari sistem pendidikan dan pekerjaan juga,” tuturnya.
Dengan adanya kasus ini, dr Oka Negara mengingatkan bahwa masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya consent dalam hubungan seksual. Seseorang tidak bisa memberikan persetujuan untuk aktivitas seksual atau ajakan mencurigakan lainnya dan setiap tindakan seksual dalam kondisi ini adalah kekerasan.
“Kasus ini menjadi pengingat bahwa parafilia bukan hanya soal ‘penyakit pribadi’, tetapi bisa menjadi bencana sosial jika tidak dikenali dan ditangani dengan serius. Kita perlu memperkuat sistem deteksi dini, memperluas pemahaman tentang parafilia, dan membangun sistem kesehatan yang tidak hanya profesional, tapi juga manusiawi dan aman untuk semua,” kata dr Oka Negara. 7 adi