Kejati Sita Uang Rp 1 M dari Kadis PMPTSP Buleleng

1 day ago 2
ARTICLE AD BOX
Uang tersebut diserahkan oleh tersangka I Made Kuta selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Buleleng melalui keluarganya kepada penyidik setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan intensif pada, Jumat (11/4).

Penyitaan itu disampaikan dalam siaran pers yang digelar di Gedung Tindak Pidana Khusus Kejati Bali, Senin (14/4) sekitar pukul 11.30 Wita. “Jaksa Penyidik menerima penyerahan uang yang diduga hasil pemerasan oleh tersangka I Made Kuta sebesar Rp 1 miliar,” ujar Kasi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra didampingi Koordinator Bidang Pidsus IGAA Fitria, Kasi Penyidikan Andreanto, dan Kasi Operasi AA Jayalantara.

Selain uang tunai Rp 1 miliar, penyidik juga menyita dana sebesar Rp 4,2 juta dari rekening atas nama salah satu saksi. Total yang disita dalam perkara ini mencapai Rp 1.004.200.000. Uang tersebut langsung dimasukkan ke dalam rekening penampungan lain (RPL) Kejati Bali sebagai barang bukti. Eka Sabana juga mengungkapkan, sejauh ini penyidikan telah memeriksa 33 saksi dan menetapkan dua orang tersangka, yakni I Made Kuta dan Ngakan Anom Diana Kesuma selaku pejabat fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Buleleng yang ditetapkan terpisah dari tersangka Kuta.

Keduanya dijerat Pasal 12 huruf e dan g jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.

Eka Sabana menegaskan meskipun tersangka telah mengembalikan sebagian uang hasil dugaan korupsi, hal itu tidak menghapuskan pidananya. “Dengan mengembalikan uang ini tidak serta-merta menghapus pidananya. Hanya jadi pertimbangan apakah dia kooperatif atau tidak, menyadari atau tidak kesalahan dari perbuatan yang dilakukannya. Akan jadi pertimbangan penyidik dalam penuntutan nanti, dan juga bahan pertimbangan Majelis Hakim,” ujarnya. Disinggung terkait Kejati Bali yang awalnya menyebut kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersangka mencapai Rp 2 miliar, namun pengungkapan ini hanya disita sebesar Rp 1 miliar, Eka Sabana angkat bicara dan menyebut itu adalah yang disebutkan di awal dan masih bersifat sementara atau bersifat estimasi. 

“Itu kan di awal perkiraan yang estimasi bahwa dalam periode seperti yang disampaikan sebelumnya. Angkanya fluktuatif, apabila ternyata itu perkiraan, ternyata bisa dihitung tidak sejumlah itu kan nanti detail terakhir kita dalam surat dakwaan didetailkan,” ungkapnya.
Penyidikan terhadap perkara ini masih terus dikembangkan oleh Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Bali. Penyidik berupaya mengungkap lebih jauh praktik korupsi dalam tata kelola proses perizinan rumah subsidi di Buleleng. Tujuannya agar ke depan tidak terjadi lagi praktik mempersulit maupun pemerasan terhadap masyarakat dan pelaku pembangunan.

Diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal dalam kurun waktu tahun 2019-2024, tersangka I Made Kuta diduga meminta uang dari para pengembang hingga mencapai total sekitar Rp 2 miliar untuk meloloskan izin pembangunan perumahan bersubsidi. Penyidik menemukan, pungutan liar yang dilakukan Kuta mencapai Rp 10 juta-Rp 20 juta per unit rumah. Dari satu pengembang saja, pembangunan mencapai lebih dari 419 unit. 

Maka uang hasil korupsi yang terkumpul diperkirakan miliaran rupiah. Selain itu, penyidikan juga mengungkap pemerasan dilakukan dengan skema pembagian uang bersama Ngakan Anom. Pada Senin (24/3), Kejati Bali menetapkan Ngakan Anom Diana Kesuma sebagai tersangka kedua. Dia bekerja sama dengan I Made Kuta dalam penyusunan gambar teknis untuk pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Ngakan diketahui menggunakan Sertifikat Kompetensi Ahli (SKA) milik orang lain yang dipindai ulang dan seolah-olah merupakan miliknya. “Dia menscan kompetensi orang lain seolah-olah itu miliknya. Atas perannya tersebut, Ngakan mendapatkan bagian Rp 700 ribu per gambar dari Kuta,” kata Eka Sabana. Penyidik mengungkap Ngakan telah menyusun sekitar 500 gambar teknis selama periode 2019–2024. Dalam praktiknya, tarif resmi perizinan PBG hanya Rp 350 ribu sesuai ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), namun para pengembang diminta membayar lebih mahal hingga Rp 400 ribu tambahan untuk Kuta dan Rp 700 ribu per gambar untuk Ngakan. Kini, Ngakan ditahan di Lapas Kerobokan untuk 20 hari pertama masa penyidikan.

Kasus ini awalnya diungkap melalui penyelidikan terhadap dugaan penyaluran rumah subsidi yang tidak tepat sasaran. Dari sanalah kemudian ditemukan adanya pemerasan oleh oknum kepala dinas. Kasi Penyidikan Kejati Bali Andreanto menyatakan penyitaan lebih dari 40 unit rumah subsidi dilakukan untuk pembuktian tindak pidana. Mengenai nasib warga yang menempati rumah yang disita, penyidik akan mempertimbangkan legalitas kepemilikannya. Rumah yang diperoleh secara sah akan dikembalikan setelah proses hukum selesai. “Rumah yang dibeli warga secara sah tidak akan disita,” jelas Andreanto. 7 t
Read Entire Article