ARTICLE AD BOX
Sikap itu ditegaskan pakar lanskap ternama Dr Ir Drs I Nyoman Miyoga MM, 61, usai mengikuti acara Wisuda Sarjana, Magister, dan Doktor, Universitas Hindu Indonesia (UNHI), Sabtu (31/5), di sebuah hotel di Sanur, Denpasar.
Acara wisuda diikuti 292 wisudawan/wisudawati pelbagai jenjang. Pria asal Banjar Kutuh, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar, ini meraih gelar doktor di Program Pascasarjana Doktor (S3), Program Studi Ilmu Agama dan Kebudayaan, Fakultas Ilmu Agama, Seni, dan Budaya, UNHI Denpasar.
Dia mempertahankan disertasi berjudul ‘‘Degradasi Tri Hita Karana dalam Lanskap Pariwisata pada Taman Hotel Bintang Tiga di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali" dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor, di kampus setempat, Kamis (10/4), dengan predikat cumlaude.
Nyoman Miyoga menyadari gelar yang diraih merupakan landasan awal untuk mempraktikkan teori-teori yang kompleks dan mendalam kepada masyarakat. Dia menyadari bahwa karya karya lanskapnya terdahulu belum banyak dilandasi kajian, teori, dan analisis secara utuh dan kritis.
Namun, dengan belajar dan pemahaman teori dan analisis yang lebih kompleks, karya karya ke depan akan dapat diperdagangkan tidak hanya secara estetik, namun dalam analisis multiperspektif. Sebuah karya lanskap mesti mempertimbangkan pelbagai aspek. Mulai dari kondisi perubahan iklim, dinamika pembangunan, asa keberlanjutan, kearifan lokal sesuai kaidah kaidah yang diwariskan para leluhur Bali serta keseimbangan sekala - niskala.
Dia meyakini ilmu pengetahuan yang diraih akan lebih memungkinkan diri mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan dan kemasyarakatan, meskipun dalam cakupan lanskap atau pertamanan. Dia menyadari dengan ilmu pengetahuan yang ada, dirinya akan lebih leluasa dan terbuka untuk bertukar pemahaman dan pengalaman multidisiplin dengan antarpihak.
‘’Dengan bekal ilmu, saya akan lebih memungkinkan untuk mempertanggungjawabkan hasil karya secara utuh. Karena sebelumnya, pertanggungjawaban itu lebih didasari asumsi - asumsi belaka. Padahal sebuah karya mesti dibangun dari landasan konsep dan teori yang memadai bahkan analisis kritis,’’ ujar penulis buku ‘Sustainable Paradise Landscape Architecture in Bali’, bersama Ngakan Ketut Acwin Dwijendra dan I Made Lingga Prayoga, ini.
Sebagai pakar bidang lanskap dia telah menggarap banyak lanskap di pelbagai akomodasi wisata di Bali dan luar Bali hingga meraih penghargaan tingkat internasional. Namun, menurutnya, penghargaan tingkat dunia itu bukanlah tujuan akhir. ‘’Karena sebagai orang Bali, saya perlu memiliki kedalaman tentang kearifan lokal dan memahami pentingnya melestarikan budaya Bali, terutama melalui karya lankskap ini,’’ ujar suami dari Ni Ketut Nik Gelgel Ariani, dan ayah dari Ni Putu Yoni Pramiari B IHM (Hons), MSc dan I Made Lingga Prayoga B Sc. (Hons) ini.
Nyoman Miyoga menambahkan dengan bekal ilmu yang dimiliki dirinya dan para ilmuwan dan teknokrat lain merasa lebih bertanggungjawab dalam menjaga dan melestarikan budaya Bali, terutama untuk generasi mendatang.7lsa