Dikunjungi Wamen PPPA RI, Wabup Supriatna Minta Rumah Aman

10 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
Permohonan itu disampaikan di sela-sela panen padi pribumi di persawahan Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, kepada Wakil Menteri (Wamen) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI Veronica Tan saat berkunjung, Kamis (1/5).

Supriatna memaparkan beberapa persoalan yang terjadi di Buleleng. Salah satunya kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang cukup tinggi. Penanganan kasus dari pemerintah maupun kepolisian sejauh ini sudah maksimal. Hanya saja, belum bisa optimal dalam upaya memberikan rasa aman dan nyaman kepada korban pada masa pemulihan trauma. Sebab hingga saat ini Pemkab Buleleng belum punya rumah aman.

“Kami berharap ada perhatian ibu wamen. Kami saat ini membutuhkan sekali rumah aman yang representatif, untuk perlindungan korban kekerasan dan kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak di Buleleng. Selama ini masih menggunakan aset pemerintah yang tidak terpakai, masih jauh dari standar rumah aman, sehingga kami titip permohonan kami kepada ibu wamen,” ucap Supriatna.

Wamen Veronica Tan pun langsung menanggapi permohonan Wabup Supriatna. Menurutnya, maraknya kasus kekerasan pada perempuan dan anak, tidak hanya terjadi di Buleleng. Bahkan secara nasional, Indonesia sedang darurat kasus kekerasan.

Soal usulan rumah aman, tahun ini Kementerian PPPA memang mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan rumah aman. Hanya saja DAK itu masih memprioritaskan program di tingkat provinsi. Usulan rumah aman di Kabupaten Buleleng ini akan tetap disampaikan untuk menjadi pertimbangan masuk dalam anggaran di tahun selanjutnya.

“Kami terus bergerak, di pemerintahan Pak Presiden Prabowo, semuanya ditangani dengan kolaborasi antar Kementerian yang terkait. Kami juga dorong Kabupaten/Kota tetap menjalin hubungan erat dengan Polres, agar penanganan kasus kekerasan bisa maksimal. Kementerian PPPA juga sedang mengupayakan untuk pemberlakuan hukum maksimal, pada pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Kasus Kekerasan (TPKS) sebagai efek jera.

Dia pun menyebut upaya penanganan kasus kekerasan pada perempuan dan anak harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Penanganan di hulu melalui perencanaan keluarga yang matang. Masing-masing orang tua wajib merencanakan keluarga yang berkualitas. Saat ini menurutnya, untuk membangun keluarga tidak terpaku pada jumlah anak, tetapi kemampuan orang tua membentuk anak-anak kualitas.

“Keluarga memiliki kewajiban membina anak, menyekolahkan, menghidupi mereka dengan layak. Kalau ekonomi tidak ada, jangan punya anak 4-6. Tidak salah jika nanti anak baru umur 15 tahun sudah dibolehkan menikah. Hal-hal seperti ini kita edukasi dan dorong untuk mencegah kekerasan dan dengan anak berkualitas bisa membangun bangsa,” terang Veronika.7 k23
Read Entire Article