Bunda Iffet Meninggal Dunia: Sosok Rock N' Roll Mom di Balik Kesuksesan Slank

8 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Oleh: Maha Dwija Santya, Slankers 

DUNIA musik Indonesia berduka. Bunda Iffet Veceha Sidharta, ibunda drummer Slank, Bimbim, dan sosok sentral di balik kesuksesan band legendaris tersebut, meninggal dunia pada Sabtu (26/4/2025) malam, di usia 87 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, personel Slank, dan jutaan Slankers di seluruh Indonesia.

"Apa jadinya aku andai kamu gak ada?" Begitu penggalan lirik lagu "#1" ciptaan Bimbim, Kaka, dan Abdee, yang menjadi penghormatan Slank kepada Bunda Iffet. Lagu ini mencerminkan cinta mendalam kepada sosok ibu yang tidak hanya membesarkan Bimbim, tetapi juga menjadi inspirasi dan pelindung perjalanan Slank selama empat dekade.

Lahir di Jakarta pada 12 Agustus 1937, Iffet Veceha menjalani masa muda di tengah kerasnya zaman, membentuk karakter tangguh yang menjadi ciri khasnya. Ia menikah dengan Sidharta Manghurudin Soemarno, putra mantan Gubernur DKI Jakarta, dan dikaruniai empat anak, termasuk Bimbim. Rumah keluarga di Jalan Potlot 3, Duren Tiga, Jakarta Selatan, menjadi markas Slank, tempat lahirnya ide-ide kreatif dan semangat perlawanan.

Ketika Slank berdiri di awal 1980-an, Bunda Iffet sudah menunjukkan peran tak resminya sebagai pelindung. Ia membiarkan remaja-remaja ini bermusik di rumahnya, menanggung kebisingan latihan berjam-jam, memahami gejolak muda mereka, dan yang terpenting, memberi rasa aman ketika dunia luar kerap menghakimi pilihan hidup mereka. Namun peran Bunda Iffet tidak berhenti di situ. Saat Slank mulai mendaki ketenaran, tantangan sesungguhnya datang: ketenaran membawa kecanduan, konflik, dan kehancuran.

Pada pertengahan 1990-an, saat Slank nyaris runtuh dihantam badai narkoba dan perpecahan internal, Bunda Iffet tampil sebagai penyelamat. Ia tidak hanya mengulurkan tangan, tetapi benar-benar membangun sistem pemulihan. Dengan penuh kasih namun berprinsip tegas, ia menjadikan Potlot sebagai tempat rehabilitasi mandiri. 

Selama hampir dua tahun, ia mengawasi pemulihan para personel Slank, menjalani hari-hari panjang penuh kekhawatiran dan doa, mengajarkan mereka bahwa cinta bukan berarti membiarkan, melainkan menjaga agar tidak jatuh lebih dalam. Dengan kesabaran seorang ibu dan ketegasan seorang pemimpin, Bunda Iffet menarik Slank kembali dari jurang kehancuran.

Saat banyak manajer band sibuk mengejar jadwal tur dan kontrak besar, Bunda Iffet mengutamakan jiwa anak-anak ini. Ia mengelola Slank bukan sebagai mesin uang, tetapi sebagai keluarga. Setiap keputusan besar Slank selalu melibatkan restu Bunda Iffet. Di balik setiap konser akbar, setiap album yang lahir, setiap kampanye sosial yang digagas Slank, ada tangan dingin Bunda Iffet yang mengatur, mendorong, dan mendoakan tanpa pernah meminta sorotan.

Lagu "#1" yang diciptakan oleh Bimbim, Kaka, dan Abdee seakan menjadi manifestasi rasa terima kasih mereka. Di permukaannya, lagu ini terdengar seperti lagu cinta kepada Tuhan, namun lebih dalam lagi, lagu ini adalah penghormatan kepada orang tua, kepada ibu. 



Dalam ajaran agama, ridho Allah bergantung pada ridho orang tua, dan tak pernah ada kisah yang lebih menghidupkan makna itu selain perjalanan Bunda Iffet dan Slank. Cinta mereka kepada Bunda Iffet bukan sekadar ucapan; itu tercermin dalam cara mereka berjuang, bertahan, dan bangkit, dalam cara mereka tak menyerah kepada dunia meski berulang kali dijatuhkan.

Bicara Slank tanpa menyebut Bunda Iffet adalah kehilangan separuh kisahnya. Dialah Rock N’ Roll Mom sejati. Bukan hanya bagi Bimbim, Kaka, Abdee, Ivan, dan Ridho, tetapi juga bagi jutaan Slankers yang menjadikan Slank sebagai bagian dari hidup mereka.

Dalam setiap hentakan drum Bimbim, dalam setiap bait lirik yang menyuarakan cinta, kemarahan, atau harapan, jejak Bunda Iffet ada di sana. Ia adalah semangat yang membungkus Slank bukan hanya sebagai band, melainkan sebagai gerakan moral, sebagai spirit zaman.

Saya termasuk salah satu dari ribuan orang yang beruntung pernah merasakan kebaikan hati Bunda Iffet secara langsung, bukan lewat cerita, bukan lewat tulisan media, tapi lewat pengalaman yang menyentuh hidup saya untuk selamanya.

Saat itu, saya hanyalah seorang mahasiswa Universitas Indonesia — seorang Slankers sejati yang membawa mimpi besar di punggung kecil saya: membuat acara kecil-kecilan dan mengundang Slank untuk tampil di kampus.

Saya tahu itu terdengar gila. Saya tahu anggaran yang kami punya bahkan tidak cukup untuk membayar satu peralatan panggung Slank, apalagi membayar seluruh band. Tapi saat itu, yang saya punya hanyalah keberanian untuk bermimpi dan keyakinan bahwa kalau ada keajaiban di dunia ini, mungkin salah satunya bisa terjadi di Potlot.

Dengan segala kerendahan hati, kami mengajukan proposal yang mungkin bagi banyak orang hanya layak untuk ditertawakan. Tapi tidak di mata Bunda Iffet. Ia membaca mimpi kami, bukan angka-angka di atas kertas. Ia mendengar suara hati kami yang ingin menghadirkan Slank bukan untuk gengsi, bukan untuk uang, tetapi untuk menyalakan api di dada ratusan mahasiswa muda yang percaya pada nilai-nilai kejujuran, perdamaian, dan cinta.

Dan Bunda Iffet, dengan ketulusan yang hanya bisa lahir dari hati seorang ibu sejati, memilih untuk tidak mematahkan mimpi kami.

Ia membantu agar acara itu tetap bisa berjalan. Ia merangkul keterbatasan kami, menerima semua kekurangan dengan senyuman, dan mengirimkan Slank untuk tampil — bukan karena hitungan bisnis, tapi karena cinta. Cinta kepada musik. Cinta kepada generasi muda. Cinta kepada semangat yang tulus.

Di hari itu, saya menyaksikan sendiri, di atas panggung kecil dengan lampu seadanya, keajaiban itu menjadi nyata. Dan di balik panggung itu, ada Bunda Iffet — sosok yang membuktikan bahwa apa yang selama ini saya baca tentangnya bukanlah legenda kosong. Ia benar-benar ibu yang setulus itu. Ibu yang memilih untuk percaya pada mimpi anak-anak muda meski mereka datang dengan tangan kosong.

Sejak hari itu, hidup saya berubah. Saya berjanji pada diri sendiri bahwa saya akan terus membawa nilai-nilai Slank ke mana pun saya melangkah: untuk hidup jujur, untuk setia pada kebenaran, untuk mencintai tanpa syarat, dan untuk menyebarkan "virus Slank" — virus kebaikan dan ketulusan — semampu yang saya bisa.

Karena saya tahu, di dunia yang sering keras dan penuh hitungan ini, apa yang diajarkan Bunda Iffet jauh lebih berharga daripada apa pun: bahwa kebaikan yang tulus tidak pernah sia-sia. Ia selalu menemukan jalannya untuk menghidupkan dunia.

Sabtu malam, saat Bunda Iffet telah kembali ke haribaan-Nya, pertanyaan dalam lagu "#1" kembali menggema: "Apa jadinya aku andai kamu gak ada?" Jawabannya mungkin sederhana namun dalam — tanpa Bunda Iffet, mungkin Slank tidak akan pernah menjadi Slank seperti yang kita kenal hari ini. Tanpa Bunda Iffet, banyak mimpi akan terhenti di tengah jalan, banyak jiwa akan tersesat tanpa tahu arah pulang.

Kini, giliran Slank dan semua yang pernah merasakan kasih sayang Bunda Iffet untuk mengirimkan doa. Sebab, seperti yang diajarkan, amal yang tak putus adalah doa anak-anak untuk orang tuanya. Semoga doa-doa itu mengalir deras, mengiringi kepergian Bunda Iffet menuju tempat terbaik di sisi-Nya.

Selamat jalan, Bunda Iffet, Warisanmu bukan sekadar kenangan, melainkan nyala api yang akan terus membakar semangat generasi demi generasi. Cintamu abadi, Rock N’ Roll Mom!
Read Entire Article